Menantu Dewa Obat

Bab 1217



Bab 1217

Menantu Dewa Obat

Bab 1217 Kau tidak bisa menyingkirkan aku.

Keesokan paginya, Reva naik pesawat ke desa Gnome.

Dia sengaja meminta Tiger untuk membantunya meinesankan tiket pesawat pagi agar bisa mencegah Devi yang hendak mengikutinya lagi.

Dan akibatnya, begitu dia duduk di kursi kelas satu, terdengar sebuah suara yang sangat familiar dari sampingnya. “Kak Reva, selamat pagi!”

Reva menoleh dan menatapnya dengan mata terbelalak. Dia melihat Devi yang mengenakan pakaian olahraga ketat sedang berdiri di sampingnya dengan sambil tersenyum.

Reva tertegun, apa yang terjadi?

“Ke… kenapa kau bisa ada di sini?”

Ujar Reva dengan heran.

Devi tersenyum, “Ooh, aku pikir kau hendak pergi ke desa Gnome hari ini dan khawatir bahwa aku tidak akan keburu untuk mengikutimu sehingga aku sengaja memesan tiket pesawat paling pagi untuk menunggumu di sana.”

“Di luar dugaan ternyata kita memang ditakdirkan untuk saling bertemu di pesawat.”

“Sepertinya ini adalah rencana Tuhan!”

Sambil berbicara, Devi langsung duduk di sebelah Reva.

Reva merasa sangat bingung. Dia tahu bahwa hal ini pasti kebetulan.

Lalu dia sengaja membuat alasan untuk pergi ke kamar mandi. Kemudian Reva mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Tiger dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi dengan masalah ini.

Tiger masih tidur itu menjawab dengan bingung. “Ooh, maksudmu nona Devi?”

“Aku yang memesankan tiket pesawatnya!”

“Ada apa?”

Hampir saja Reva memaki dengan keras. Benar–benar idiot.

“Kenapa kau memesankan tiket pesawat untuknya?”

Tanya Reva dengan panik.

Tiger merasa bingung: “Bukannya kau yang memintaku untuk memesankan tiket untuknya?”

Reva: “Memangnya kapan aku menyuruh kau untuk memesankannya?” Property © of NôvelDrama.Org.

Tiger: “Nona Devi sendiri yang bilang.

“Dia bilang. kau ingin meminta dia untuk menunjukkan jalannya sehingga menyuruh aku untuk memesankan tiket untuknya agar bisa pergi bersama denganmu.”

Reva: “Kapan aku mengatakan hal seperti itu?”

Tiger: “Hah?”

“Kau tidak mengatakan hal itu?“,

“Tetapi nona Devi bilang kau yang mengatakannya….”

Reva: “Kau langsung percaya saja dengan semua yang dia katakan?”

“Apa kau sudah minum terlalu banyak anggur palsu?”

Tiger tercengang: “Yang benar saja?”

“Masa nona Devi berbohong kepadaku?”

“Kenapa… kenapa dia membohongiku dengan tanpa alasan?”

Reva benar–benar ingin menampar wajah si idiot ini sekarang.

Dia menutup ponselnya lalu kembali ke kursinya dengan tak berdaya.

Karena semuanya sudah sampai di titik ini, dia juga tidak punya pilihan lain lagi selain mengaja Devi untuk pergi ke desa Gnome bersama

sama.

Sementara itu Devi sama sekali tidak menyembunyikan rasa senang di wajahnya seolah–olah dia telah memenangkan sesuatu saja.

Dia mendekat ke telinga Reva dan berbisik, “Aku sudah bilang, aku pasti akan pergi ke desa Gnome bersamamu!”

“Bagaimana? Kau tidak bisa menyingkirkanku, kan?”

Reva terdiam sejenak lalu berkata, “Nona Devi, untuk apa kau mengacau seperti ini?”

“Aku hanya akan pergi untuk membeli beberapa bahan obat saja dan setelah itu sorenya aku akan pulang.”

“Kalau kau pergi menemaniku seperti ini, bukankah kau akan merasa lelah!”

Devi membusungkan dadanya lalu berkata, “Aku bisa pergi dengan sesuka hatiku, kau tidak bisa mengatur aku!”

“Kalau nanti aku kelelahan, kau gendong aku saja. Pokoknya aku akan tetap mengikutimu!”

Reva: “..

Pada saat ini, orang–orang yang masuk ke pesawat semakin banyak.

Devi tampak agak lelah sehingga dia pun bersandar di bahu Reva sambil memejamkan matanya untuk mengistirahatkan pikirannya.

Reva mengingatkannya dengan suara kecil: “Kalau kau merasa ngantuk, kau bisa menurunkan kursinya untuk beristirahat dengan baik…”

Devi: “Tidak mau!”

“Aku suka bersandar seperti ini.”

Setelah selesai berbicara lalu dia memeluk lengan Reva seperti sepasang sejoli yang mesra.

Reva merasa sangat malu tetapi dia juga merasa tidak berdaya sehingga hanya bisa membiarkannya saja.

Dan pada akhirnya, sebelum Devi tertidur, terdengar ada banyak suara dari luar pintu pesawat.

Segera setelah itu tampak sekelompok pria dan wanita yang masuk ke dalam pesawat.

Sekelompok pria dan wanita ini tidak terlalu tua dan mereka semua masih tampak seperti anak – anak kuliah.

Mereka semua mengenakan pakaian bermerek sehingga dalam sekilas mata langsung bisa terlihat bahwa mereka bukan orang biasa.

Orang–orang ini sangat ribut sekali sehingga membuat semua orang di pesawat terganggu dan membangunkan mereka yang sedang beristirahat dengan mata terpejam.

Ada banyak orang yang agak mengernyit karena merasa tidak senang dengan sikap mereka.

Namun semua orang ini sama sekali tidak peduli.

Mereka semua hanya duduk dan mengobrol dengan tanpa henti seolah–olah pesawat itu adalah ruang tamu di rumah mereka sendiri.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.