Menantu Dewa Obat

Bab 1212



Bab 1212

Menantu Dewa Obat © NôvelDrama.Org - All rights reserved.

Bab 1212 Aku benar–benar kagum kepadamu.

Ucapan Reva itu membuat semua orang terkejut.

Mata Anya yang indah membelalak dengan semakin lebar. Dia menatap Reva dengan tak percaya.

Tidak ada satu pun dari mereka yang menyangka bahwa Reva akan menusuk dirinya sendiri begitu saja.

Pada saat ini, rongga matanya memerah dan hatinya seperti dicengkeram oleh sesuatu.

Kalau dikatakan sebelumnya dia hanya mengagumi Reva.

Namun sekarang dia benar–benar terpesona kepadanya.

Pria ini benar

benar bisa membedakan antara benci dan cinta, sangat bersolidaritas dan bertanggung jawab!

Siapa lagi di dunia ini yang bisa dibandingkan dengannya?

Sang pangeran tampak galau. Dia tidak menyangka bahwa Reva akan bersikap dengan begitu lugas.

Saat melihat darah yang menyembur dari lukanya membuat dia mengernyitkan keningnya dengan perlahan.

Rasa sakit seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa ditanggung oleh orang biasa!

Melihat sang pangeran yang tidak berbicara, Reva langsung mengeluarkan belati itu kemudian menikam lagi di sisi tubuhnya yang lain.

“Ini adalah tusukan kedua!”

Setelah mengatakan itu, Reva langsung mengeluarkan belatinya dan hendak menusuk lagi.

Pada saat ini, sang pangeran langsung bergerak dan meraih pergelangan tangannya.

Mata sang pangeran tampak seperti obor yang menatap Reva dengan tegas.

Beberapa saat kemudian sang pangeran menghela nafas panjang dan berkata, “Reva, dalam seumur hidupku ini aku tidak pernah mengagumi seorang pun!”

“Dan kali ini, aku benar–benar kagum kepadamu!”

“Oke, demi untuk menghargai dua tusukanmu ini, aku tidak menginginkan nyawa si anjing itu lagi!”

“Namun, karena kau masih berhutang satu tusukan lagi kepadaku maka aku harus mendapatkan gantinya dari orang ini!”

“Pengawal, potong salah satu lengannya!”

Anak buah sang pangeran segera mendekat lalu menekan Leslie ke lantai kemudian memotong salah satu tangannya dengan paksa.

Reva tidak menghentikannya lagi. Untuk orang seperti Leslie itu dia memang harus diberi pelajaran.

Sementara itu Anya menatap Reva dengan penuh obsesi. Dia benar – benar melupakan pamannya itu.

Sang pangeran yang sudah melihat lengan Leslie dipotong akhirnya mengendukan sedikit ekspresi wajahnya.

Dia menepuk – nepuk bahu Reva, “Sialan, dasar bajingan kau. Aku benar–benar merasa sangat kesal sekali gara – gara kau aku jadi tidak bisa membunuh seseorang malam ini!”

Saat luka Reva tersentuh, otot–otot di wajahnya langsung berkedut dengan kesakitan.

Namun dia tetap menyeringai sambil berkata, “Membunuh orang itu bukan hal yang baik.”

“Kurangilah tindakan pembunuhanmu itu, anggap saja kau sedang mengumpulkan kabar baik.

Sang pangeran mengibaskan tangannya, “Minggir sana.”

“Aku tidak sama dengan kau. Kalau aku tidak suka maka aku harus membunuhnya.”

“Sudahlah, aku tidak mau bertele – tele dengan kau lagi.’

“Masalah ini sudah diselesaikan dengan cara seperti ini.”

“Aku akan pulang ke kota Amethyst.”

“Kapan hari kalau kau sempat berkunjung ke kota Amethyst, jangan lupa untuk datang mencariku.”

“Di kota Amethyst, kalau ada yang berani tidak menghormatimu, kau bisa langsung katakan kepadaku dan aku akan menyuruh anak buahku untuk menggali kuburan para leluhurnya!”

Setelah sang pangeran mengatakan itu semua lalu dia tertawa dengan terbahak- bahak.

Sang pangeran menepuk pundak Reva dengan penuh semangat lagi dan wajahnya juga tampak menjadi lebih serius. “Reva, kau harus jalani hidup dengan baik.”

“Tidak banyak orang yang bisa dikagumi olehku, jadi jangan buat aku kecewa!”

Reva tersenyum: “Tenang saja, aku pasti akan pergi ke kota Amethyst dan mencarimu untuk minum bersama!”

Sang pangeran tertawa lagi lalu pergi bersama dengan anak buahnya.

Saat berjalan hingga di depan pintu tiba tiba, sang pangeran berkata, “Oh ya, nanti jangan lupa untuk pergi berjalan – jalan di halaman belakang.”

“Aku meninggalkan sebuah hadiah kecil untukmu.”

Reva terkejut: “Hadiah apa?”

Sang pangeran tersenyum lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia langsung pergi bersama para anak buahnya sendiri.

Begitu sang pangeran pergi, Reva tak mampu menanggungnya lagi.

Dia langsung goyah dan jatuh ke lantai.

Anya langsung berseru kemudian segera bergegas dan memeluk Reva di lengannya.

Tadinya Tiger ingin membantu tetapi saat melihat situasi ini, pada akhirnya dia tidak jadi bergerak.

“Reva, Reva, kau kenapa? Kau jangan membuat aku takut!”

Anya menangis.

Reva menggeleng – gelengkan kepalanya: “Aku… aku tidak apa

apa…”

“Hanya saja aku telah kehilangan banyak darah sehingga merasa agak pusing.

“Tiger, ambil botol porselen di sakuku dan beri aku obat…”

Tiger ingin bergerak namun Anya yang maju lebih dulu dan langsung memasukkan tangannya ke dalam saku celana Reva.

Di hari yang panas seperti ini, Reva mengenakan celana yang tipis.

Tangan Anya meraih dan hampir saja urat paha Reva tersentuh sehingga membuat Reva hampir pingsan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.