Bab 91
Bab 91
Bab 91 Kerumitan di antara Mereka
Sambil melototi Finno. Vivin mengganti pakaiannya.
Sejak dari kedatangannya semalam, Muti sudah menyiapkan beberapa pakaian untuk dikenakannya.
Setelah menikahi Finno, sebenarnya Finno telah menyuruh para pembantunya itu untuk menyiapkan banyak pakaian untuknya, tetapi karena pakaian-pakaian itu terlalu mahal, dia tidak berani untuk banyak mengenakannya karena takut terlihat berlebihan dan menyita banyak perhatian.
Pakaian yang sudah disiapkan Muti ini adalah salah satu dari setumpuk pakaian mahal itu. Gaun strap sederhana, dibuat dari material mahal dan perancang terbaik, membuat sang pemakai terlihat sangat anggun.
Kekurangan gaun cantik ini adalah modelnya yang bertali-tali pada bagian atas, sehingga tanda merah pada lehernya terlihat jelas.
Dikarenakan Vivin tidak membawa concealer kosmetik satupun, dia hanya membubuhi foundation untuk menutupinya. Setelah melakukan apa yang dia bisa, dia memaksakan dirinya turun ke bawah bersama Finno.
Di ruang makan, Tetua Normando diapit oleh Marthin dan Fabian, dan juga Alin. Semua yang hadir tengah menikmati jamuan sarapan pagi.
Melihat Finno yang terlambat datang. Marthin menatapnya tajam dan berkata “Finno kau terlambat. Bagaimana kau tega sekali membuat kakek menunggumu?”.
Finno membalas dengan sindiran, “Bukankah kakek sedang makan sekarang?” Seraya kursi rodanya meluncur ke sisi meja, dengan malu-malu dia teruskan “Semalam aku agak sibuk. makanya aku tidur larut malam.”
Mendengar kata-kata “semalam agak sibuk,” semua orang yang ada di meja terlihat berpikir hal yang sama. Dengan serentak mereka semua melihat ke arah Vivin yang duduk di sebelahnya.
Dari sudut di sisi mejanya, Tetua Normando melihat tanda yang aneh di leher Vivin. Matanya. seketika berbinar-binar dan memerintahkan Tuan Zein yang berada di sebelahnya dengan gembira, “Tuan Zein, tolong bawakan sarang burung yang kubawa langsung dari luar negeri beberapa waktu lalu. Panaskan lalu berikan kepada nyonya Wiliardi semangkuk.” Content © NôvelDrama.Org 2024.
Merasa tersanjung, cepat-cepat Vivin menjawab, “Terima kasih, kakek.”
Melihat Tetua Normando sangat perhatian pada Vivin, Marthin terlihat tidak suka. Dan mungkin satu orang lainnya adalah Alin. Rasa iri terlihat jelas di kedua matanya karena api cemburu berkorbar di dalam dirinya.
Fabian juga tidak bisa tidak menatap Vivin. Dia juga melihat tanda merah yang sangat jelas di leher Vivin.
Dengan cepat, tangannya di bawah meja mengepal erat dan tubuhnya menegang.
Meskipun Fabian sudah menduga pasti sudah terjadi sesuatu antara Finno dan Vivin, melihat mereka berdua dengan mata kepala sendiri saat ini membuat hatinya semakin tidak menentu. Rasanya seperti ada monster dalam dirinya yang mengamuk.
Tidak hanya itu, saat dia melihat ke wajah Vivin yang merona merah dan bahagia puas, dia tidak bisa berhenti membayangkan apa yang dia lakukan dengan Finno tadi malam.
Dengan begitu, acara makan pagi pun diliputi suasana yang canggung.
Suasana hati Fabian kacau. Dia dan Alin segera pergi meninggalkan meja makan tepat setelah mereka selesai.
Vivin dengan patuh meminum sup sarang burung yang sudah disiapkan sebelum meninggalkan meja makan bersama Finno.
Tetua Normando yang sedang bahagia ini mengumumkan bahwa dia ingin jalan kaki ringan selesai sarapan. Dengan begitu, ia menemani pasangan itu sampai ke gerbang utama.
Kursi roda Finno meluncur ke arah mobil. Saat hendak mengikuti, Vivin tiba-tiba merasakan ada tangan memegang bahunya.
“Nyonya Wiliardi.” Tetua Normando seketika berwajah misterius seperti memberi isyarat, “Kau sudah bekerja dengan sangat baik kemarin. Namun, sebagai seseorang yang berpengalaman, izinkan aku memberitahukan padamu bahwa melakukannya sekali saja tidak akan ada pengaruh. apa-apa. Kesempatannya kecil sekali. Saat kalian kembali nanti, ingat, harus kerja keras.”
Awalnya, Vivin masih bingung apa maksud dari kata-kata Tetua Normando itu. Namun saat dia menyadarinya, wajahnya pun berubah merah padam.
Dasar! Kakek dan cucu sama saja, sama-sama tidak tahu malu! Mereka berdua benar-benar asli keturunan keluarga Normando!
Vivin buru-buru masuk ke dalam mobil sambil bergumam tidak jelas.
Pesta besar yang diadakan keluarga Normando berakhir tanpa ada halangan satupun.
Beberapa hari kemudian, dengan tenggat waktu cetak untuk tema baru majalah semakin dekat, Vivin tenggelam dalam kesibukkan luar biasa bersama seluruh karyawan perusahaan majalahnya.
Sampai Fabian pun tidak punya waktu untuk memikirkan Vivin lagi, dikarenakan dia sibuk dengan pekerjaannya.
Sejak kegagalan hubungan kerjasama sebelumnya dengan Kota Langsa, perusahaan majalah ini kekurangan modal untuk terus bertahan. Hal ini bisa dianggap sebagai krisis terbesar semenjak perusahaan ini dibangun. Untungnya, wawancara kedua dengan Finno yang sangat diprioritaskan dan juga dinantikan ini telah mendorong hasil sektor penjualannya. Pada kenyataannya, penjualannya sangat meroket, sampai membuat rekor penjualan baru yang melegakan para karyawan.
Walau begitu, perusahaan majalah ini tidak bisa terus bersandar pada Finno untuk meningkatkan penjualan mereka. Dengan demikian, perasaan lega itu segera tergantikan oleh sakit kepala. memikirkan konten terbitan berikutnya.
Ketika orang-orang sedang memeras isi otak mereka, secercah harapan datang dalam bentuk Sandra. Motivasinya membawanya untuk melakukan wawancara dan investigasi pribadi pabrik pengolah makanan ilegal, yang membawanya ke tumpukan foto rahasia dan cerita orang dalam. yang tidak diketahui publik.
Baru-baru ini, isu keamanan makanan lokal telah menyita banyak perhatian publik. Orang-orang di kantor setuju kalau ini sebuah sensasi besar yang dapat menggoyang dunia jurnalistik. Oleh karena itu, semua staf bersatu, bekerja lembur sampai malam agar tidak ada satupun yang terlewat tentang pabrik makanan proses ilegal ini. Mereka benar-benar bekerja keras untuk menghasilkan pemberitaan yang pernah ditulis.
Bahkan Vivin, yang tidak ikut andil dalam pembuatan laporan ini, juga ikut bekerja lembur.
Saat jam menunjukkan pukul 12 malam, Vivin masih berada di kantor menyusun teks. Tiba-tiba Sandra muncul entah dari mana dengan berlagak angkuh, melempar dokumen ke meja Vivin dan berkata. “Ini
daftar pekerja di pabrik ilegal yang sudah aku catat. Kebanyakan dari mereka tidak memenuhi syarat legal apalagi dokumen yang layak. Aku ingin kau merapikan segala informasi rincinya,”